Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Memaknai Fase Puncak Ibadah Haji

 


                                          Gambar 1. Melontar Jumrah di Mina


Berhaji itu menuju penguatan spiritual. Siapa yang berhajinya benar lillahi ta’ala mengharap Ridho Allah SWT akan mendapat garansi nikmatnya surga”.

 

Dalam perspektif Ali Syariati (2009, h. 95) bahwa dalam berhaji, engkau berangkat dari Mekah dan langsung datang ke Arafah (sekitar 25 KM dari kota Mekah). Sekarang engkau bergerak fase demi fase kembali ke Ka’bah. Uraian ini sangat relevan dengan pesan Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah 156:

Sesungguhnya kami dari Allah dan sesungguhnya kepada Dia kami Kembali”.

 

Pernyataan Ali Syariati dan pesan Al-Quran tersebut menyiratkan bahwa ibadah haji pada prinsipnya merupakan gerakan jiwa dan raga, serta penguatan spiritual menjadi fase puncak ibadah haji. Totalitas berkolaborasi menjadi satu kesatuan. Saat wukuf di Arafah, semuanya sama mengenakan kain ihram, putih bersih melambangkan kesucian diri. Mengembalikan insan sebagai makhluk fitrah laksana bayi baru dilahirkan. Tidak ada stratifikasi dan kelas berbeda. Terbebas sari egosentris yang ditampakkan dalam kepemilikan harta dan jabatan, semuanya sama dihadapan Maha Pencipta untuk meraih kemuliaan dihiasi ketakwaan.

 

Saat penulis menguraikan artikel sederhana ini, teringat waktu wukuf di Arafah pada tahun 2011 bersama istri dan 2012 diamanahi sebagai Ketua Kloter Jemaah JKS Jawa Barat. Betapa bahagia dan bersyukur tak terhingga, bagian dari jutaan tetamu Allah yang diistimewakan Rabbul Izzati. Hati dikosongkan dari belenggu duniawi, kembali pada penguatan dimensi ukhrawi berbasis spiritual. Mengedukasi jiwa dan raga berbalutkan zikir, talbiah, dan kalimatun thoyyibah bergema hingga menembus langit. M. Quraish Shihab (2000, h. 335) mengungkapkan bahwa pelaksanaan ibadah haji mengantarkan hidup dengan pengalaman dan pengamalan kemanusiaan universal. Idealnya, nilai-nilai luhur menghiasi jiwa pemiliknya yang diawali dari kesadaran akan fitrah dan kesadaran diri menghadirkan diri di pentas bumi yang fana ini.

 

Pengalaman spiritual saat ini (Berangkat 14 Mei 2024-Kembali 24 Juni 2024), dialami Ema saya (Ema Napsiah dan Adik Umi Ara/Siti Salamah Tuloh) pada 2024/1445 H ditakdirkan menjadi tetamu Allah SWT, bergabung pada Kloter 06 JKS. Saat artikel ini diuraikan, sekitar 241.000 Jemaah Haji Indonesia dan jutaan Jemaah Haji dunia sedang mabit di Muzdalifah melanjutkan prosesi rangkaian puncak ibadah haji yang harus dituntaskan. Allah Maha Kuasa, Jemaah Haji berzikir di tengah lapangan luas diiringi dengan angin yang menyejukkan dikuatkan dengan zikir, doa, dan munajat. Momentum pasrah diri dan ber-muhasabah bahwa Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Manusia tak berdaya kecuali diberi kekuatan Allah SWT, Laa Haula Wala Quwwata Illaa Billaahil Aliyyil Aziim.

 

Sungguh luar biasa, nikmat Allah yang dirasakan saat menuntaskan puncak ibadah haji. Selanjutnya seperti yang dituturkan Miftah Faridl (2007, h. 83) setelah mabit di Muzdalifah Jemaah Haji bergerak menuju Mina untuk melaksanakan Jumroh Aqobah pada 10 Zulhijjah dilakukan pada waktu zuhur dengan 7 butir batu sambil mengucap:”Allah Maha Besar. Ya Allah, jadikanlah aku sebagai haji yang memeproleh predikat mabrur, segala dosa diampuni, terkutuklah setan dan berikanlah segala ridaMu wahai Yang Maha Rahman”.

 

Fase puncak ibadah haji diakhiri dengan melontar Jumroh selama tiga hari bagi Nafar Awal dan empat hari hingga 13 Zulhijjah bagi Jemaah haji yang mengambil Nafar Tsani. Kemudian melanjutkan Thawaf Ifadhah mengelilingi Ka’bah, menunaikan Sya’i dari Shafa ke Marwah, ditutup dengan Tahallul Tsani dan tertib. Tuntaslah puncak ibadah haji dilaksanakan dengan sempurna. Terpatri karakter optimisme muslim sejati berharap Allah SWT meridhoi, merahmati, dan menyematkan Jemaah dengan haji mabrur. Haji yang mencerahkan umat, haji yang menjadi uswatun hasanah mengisi ruang negri berperadaban Islami dengan kekuatan baldatun thoyyibatun warobbun ghofur. Wallahu ‘Alam.

 

Kalenderwak, 16 Juni 2024/09 Zulhijjah 1445 H.

Saat memantau pelaksanaan Mabit di Muzdalifah Pkl. 07.28 WIB. /03.28 WAS.

 


6 komentar untuk "Memaknai Fase Puncak Ibadah Haji"

  1. Masya Allah menambah wawasan pak haji

    BalasHapus
  2. Terima kasih pak Haji Supar motivasinya

    BalasHapus
  3. Perjalanan ibadah haji.. selalu dirindukan umat Nya.. saat wukuf di Arafah.. mabit di muzdalifah dan di mina .. cerita nya terekam .. menjadi proses diri belajar trs lbh baik lbh baik lagi dan lagi.. bismillah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga Allah menjadikan kita semua kembali sebagai tetamu Allah. Aamiin.

      Hapus
  4. Masyaa Allah.. Tulisan yang mencerahkan, banyak wawasan baru yang saya dapatkan. Terima kasih ilmunya kyai

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga kita terus ditaqdirkan untuk ibadah di tanah haromain

      Hapus