Ketika Waktu Menjadi Mutiara
Guliran waktu yang lalu
tinggal kenangan, tak akan terulang kembali. Hari ini sejatinya dimanfaatkan
dengan baik. Momentum esok atau lusa merupakan harapan, tidak ada yang bisa
memprediksi apakah kita merasakan? Itulah tiga momen waktu yang terus mengalir
deras. Berharap, dapat diberdayakan
dengan maksimal.
Terlebih hari istimewa
yang terjadi pada diri seseorang. Seperti hari Maulid Nabi Muhammad SAW setiap
12 Rabiul Awwal, tentunya dapat dipetik maslahat yang mendalam. Di mana,
kehadiran Rasulullah SAW itu laksana cahaya yang menyinari bumi. Dari zaman
jahiliyah menuju era uluhiyah. Bahkan saat memperingati Hari Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 tentunya,
banyak membawa edukasi kehidupan. Sebagai refleksi, bahwa kemerdekaan sangat
berharga sehingga kita menikmati kehidupan lebih baik dan bermakna. Merdeka
dalam berpikir, bebas berkreasi yang bernilai humanis, tentunya diikat dengan
nilai spiritualitas.
Secara personal pun,
tentunya memiliki hari dan tanggal istimewa setiap tahunnya, yaitu milad
pribadi yang tertera pada selembar ijazah. Penguatan muhasabah saat tiba ulang
tahun seseorang. Minimal ada beberapa pelajaran berharga yang dapat dipetik
hikmahnya :
Pertama, mengingatkan
pada setiap diri ternyata akselerasi waktu tak akan terulang kembali. Tahun
kemarin telah berlalu, sebagai refleksi dan pelajaran apakah 365 hari tertata
dengan indah? Semua waktu bermanfaat untuk mengoleksi kebaikan. Inilah menjadi
prinsip dasar seseorang, mengukir kebaikan atau keburukan?
Kedua, saat ulang tahun
berlangsung secara nominal jumlah usianya bertambah padahal sesunguhnya jatah
usia setiap orang esensinya berkurang. Karena semua manusia, usianya ada dalam
genggaman Allah SWT. Suatu saat akan kembali kepada Ilahi Rabbi. Allah SWT
mengingatkan:
“Setiap yang berjiwa
akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan” (QS.
Al-Ankabut [29]: 57).
Ketiga, momen penting
ini sebagai upaya bahwa kehidupan dalam rangka menghadirkan Allah SWT dalam
kehidupan. Merasa dikontrol Allah SWT dalam kondisi apapun dan dalam
beraktivitas apapun, kunci mencapai kebahagiaan hakiki.
Kebahagiaan yang
menjadi bekal kehidupan di dunia dan akahirat kelak. Yusuf Qardhawi (2000)
menyatakan kebahagiaan dapat diraih saat kedamaian, harapan, dan perasaan puas,
perasaan cinta dan kasih sayang. Kebahagiaan hidup yang oleh Allah istilahkan
dengan hayat thayyibah. Sesuai dengan Firman Allah SWT:
“Barangsiapa yang
mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka sesungguhnya Kami akan memberikan kepadanya kehidupan yang baik (hayatan
thayyibah)”. (QS. An-Nahl [16]: 97).
Keempat, setiap aliran
waktu dari detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, hingga tahun secara
totalitas bernilai kebaikan. Waktu yang relative singkat ini harus terus
berupaya membangun akidah Islamiyyah. M. Quraish Shihab (2018) menegaskan, akidah
yang benar menghasilkan pengawasan melekat dan dorongan untuk melakukan pekerjaan
dalam bentuk terbaik, serta tanggung jawab yang tinggi. Kesadaran tentang
hal-hal di atas membentengi manusia dari godaan nafsu dan setan. Karena itu
pula semua tuntunan agama Islam memiliki aspek sosial. Toh, memang ajaran Islam
adalah petunjuk kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi. Inilah idealisme yang selalu mengkristal pada
setiah hati setiap insan sehingga waktu laksana Mutiara. Wallahu ‘Alam.
Kalenderwak,
03 Juni 2023 / 14 Zulqo’dah 1444 H.
Saat
ber-Ultah dalam Momentum 03 Juni 1970-Wahyu sang Mualaf Literasi
Insya
Allah berkah. Aamin.
Waktu itu laksana mutiara. Yu, kita manfaatkan waktu dengan optimal. Berkah selalu.
BalasHapusTerima kasih kang haji telah mengingatkan, mengarahkan, dan mengantarkan. Semoga kebaikan kang haji terus mengalir. Aamiin
BalasHapus