Sosok Ideal Alumni Pesantren Ramadan
Literasi Spiritual
Wahyudin,
NS.
Praktisi
Pendidikan Islam dan Dakwah
Ramadan 1444 Hijriah telah meninggalkan kita semua.
Banyak pelajaran berharga dapat diraih dari pelaksanaan ibadah di bulan suci.
Dengan ibadah puasa, kita telah di-training, ditempa ranah spiritualitas,
nilai sosio kultural kita sehingga mengalami kematangan religiusitas yang
humanis.
Sepuluh hari pertama meraih ramat kasih sayang Allah
SWT, sepuluh hari kedua menggapai magfiroh, dan sepuluh hari terakhir itqun
minannar, terbebas dari api neraka. Lengkapkah alumni Ramadan meraih muttakin,
bekal monumental sebagai insan bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 183). Prestasi ibadah
ini, idealnya dilanjutkan saat menapaki sebelas bulan akan datang, bahkan
hingga menghembuskan nafas terakhir.
Beberapa catatan penting bersifat edukatif sebagai
alumni Ramadan yang patut kita pertahankan;
Pertama, saat Ramadan tentunya energi ibadah sangat
intens baik ibadah wajib maupun sunnah. Shalat wajib selalu dilaksanakan secara
berjemaah, shalat sunnah Tarawih tak pernah tertinggal, tahajud dan dhuha
selalu dikerjakan secara istiqomah. Energi iman sangat kuat dalam kehidupan, taqorrub
ilallah benar-benar media dalam rangka mardhotillah. Hidup
benar-benar bermanfaat, waktu begitu berharga tak ada ruang hampa yang tidak
bermanfaat. Sungguh, puasa Ramadan membuka ruang menguatkan iman dan ihsan.
Iman sebagai perekat ilmu dan amaliah keseharian. Sedangkan ihsan, menjadikan
mentalitas diikat dengan tauhid. Mersakan kehadiran Allah SWT dalam kehidupan.
Selaras dengan hadits Rasulullah SAW: ”Saat kamu beribadah kepada Allah SWT seakan-akan
melihat Allah SWT, dan jika kamu merasa tidak melihat Allah yakilah Allah SWT
melihatmu” (HR. Muslim).
Kedua, Ramadan membuka koridor egalitarianisme dalam
kehidupan. Saat menikmati sahur, memberikan pembelajaran berharga bagi
kehidupan setiap muslim. Sehingga nikmat ibadah benar-benar dirasakan. Masya
Allah, nikmat yang mana lagi yang engkau dustakan? (Dalam QS. Arrahman disebutkan
hingga 33 kali). Memaknai ayat ini, berarti kita harus mensyukuri nikmat yang
diberikan Allah SWT. Nikmat kebersamaan
dalam ibadah puasa, menjadikan umat Islam kian solid, bahwa energi beribadah
kian kuat bila dilaksanakan secara berjemaah.
Ketiga, berdasarkan ma’nanya pengertian Syawwal
yaitu “irtafa’a” artinya peningkatan. Idealnya, setelah dilatih pada
pesantren Ramadan, setiap umat Islam menguatkan kehidupannya dengan
meningkatkan ibadah mahdhah dan ghair mahdhah. Hal ini menjadikan
sosok alumni Ramadan mampu meningkatkan kualitas ibadahnya. Sesungguhnya,
ibadah itu bukan hanya pada bulan Ramadan ansich. Melaksanakann tahajud,
zikir, shalat berjemaah, shodaqoh, taradus Al-Qur’an, kajian ilmu dan ibadah
sunnah lainnya bukan hanya digelar pada bulan Ramadan tetapi di luar bulan
Ramadan idealnya terus ditingkatkan. Sebagaimana diungkapkan dalam maqolah:
“Jadilah sebagai hamba Rabbani, janganlah menjadi hamba Ramadan”.
Beberapa catatan sosok alumni Ramadan substantif di
atas, mengindikasikan bahwa ibadah puasa Ramadan menjadi ajang edukasi strategik,
sehingga menjadikan pribadi muttakin. Sosok ideal bagi setiap muslim, menjadi
insan paling mulia disisi Allah SWT. Dengan harapan, usia kita kembali menikmati
Ramadan yang akan datang. Puncaknya, Ramadan tahun ini menjadi Ramadan terbaik
yang kita nikmati sepanjang masa. Wallahu ‘Alam.
Cibiru Bandung, 09 Syawal 1444 H / 30 April 2023
Pkl. 04.01 Wib.
Dalam Ruang Literasi Spiritual.
Subhanallah walhamdulillah walaailaaha illallahu Wallahuakbar.
BalasHapusTerimakasih Pa Haji.
Semoga kita diberikan kekuatan untuk terus beribadah seperti di Bulan Ramadhan Mubarok
Aamiin ya rabbal aalamiin
Aamiin Yaa Robbal Aalamiin. Semoga kita konsisten beribadah seperti hidup di bulan Ramadan.
HapusAamiin Ya Rabb. Haturnuhun Pak Haji. Selalu keren tulisannya renyah..
BalasHapusSami2 bu Kepsek teladan. Mugia manfaat.
Hapus