Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sehat itu Nikmat

 


Literasi Spiritual

Wahyudin, NS.

Praktisi Pendidikan Islam dan Dakwah

Penulis Buku

 

Pernahkah Anda sakit? Anda mungkin pernah merasakan sakit gigi, tentunya semua badan merasa meriang, bahkan menggigil. Pikiran tak menentu, konsentrasi tidak fokus hingga nyeri sampai ke urat saraf. Saat inilah Anda benar-benar menyadari bahwa kesehatan itu sangat penting. Bahkan ketika berobat bukan hanya di kampung, di negara sendiri, bagi orang yang high class sampai ke mancanegara.

 

Selanjutnya, apakah Anda termasuk kategori orang yang bersyukur? Bersyukur atas nikmat sehat, nikmat hidup, meraih prestasi dan lainnya. Permasalahan ini sangat penting untuk diingatkan kepada diri sendiri dan siapa pun. Nikmat sehat yang diberi sangatlah mahal. Tidak bisa ditukar dengan uang atau dibarter dengan materi sebanyak apapun jumlahnya.

 

Pada saat kita sehat, tentunya banyak yang diperbuat. Dari beribadah, bekerja rutinitas, sampai peningkatan kualitas diri untuk aktualisasi dalam kehidupan. Namun banyak orang lupa, bila sehat itu nikmat terbesar. Mereka kurang mampu memberdayakan nikmat sehat. Tidak banyak karya dan karsa yang diukir. Banyak waktu dan kesempatan yang dibuang percuma. Itulah sifat manusia terkadang lalai bila diberi nikmat. Akhirnya dia celaka karena kufur nikmat. Padahal Allah SWT telah mengulang tiga puluh satu kali (QS.Ar-Rahman) dengan memberi peringatan: “maka nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan?” Sebenarnya peringatan ini sangat keras dan menggetarkan jiwa, membuat kita tersadarkan bahwa nikmat yang dianugrahkan sangat banyak. Kecenderungan manusia lazimnya lupa bila disajikan nikmat, namun ketika nikmat itu lepas dari genggaman umumnya merasa kehilangan dan merasa nikmat itu sangat bermakna.

 

Sejatinya berdasrkan pertanyaan Allah SWT tersebut membuat manusia cooling down sadar diri kembali kepada Maha Pemberi. Sehat itu mahal. Sehat itu harus dipelihara. Biasanya orang sangat membutuhkan kesehatan, bila dalam kondisi sakit. Seperti yang terjadi pada diri penulis, beberapa tahun lalu kaki kanan terkilir karena bermain futsal bersama keluarga. Saking ingin cepat sembuh, langsung bergegas berobat ke Garut malam itu juga. Suatu peristiwa penuh hikmah setibanya di Garut waktu subuh. Subhanallah betapa tak berdayanya saat itu ketika akan menegakkan Shalat Subuh dengan dipapah oleh kedua adik, kaki ini sangat nyeri karena tak mampu berjalan. Di dalam hati berjanji, nanti bila sudah pulih benar-benar akan memanfaatkan kaki ini untuk berbuat baik dan ibadah. Di saat itulah nikmat sehat sangat dirindukan. Namun banyak juga orang yang mempunyai persepsi salah, tidak menerima ujian sakit tersebut.

 

Terkadang banyak orang yang menggugat nikmat Tuhan, tidak mau menerima cobaan berupa sakit. Banyak orang berujar, bahwa Tuhan sudah tidak sayang lagi kepada hambanya, sehingga ditimpakan sakit akut yang menahun. Padahal saat itulah seseorang akan sadar bahwa itu adalah ujian, bila lulus ujian seseorang akan naik kelas bahkan akan diberi reward berupa fadhilah dan kemuliaan besar. Demikianlah manusia bila diberikan nikmat dia lupa, bila mendapat ujian baru dia sangat dekat kepada Tuhan yang menganugrahi kesehatan.

 

Selanjutnya bagaimana agar nilai kesehatan itu benar-benar bermakna untuk diri sendiri, keluarga dan untuk orang lain?

Pertama, sadari betul bahwa kesehatan itu nikmat yang tak ternilai harganya. Pernahkah Anda berpikir, bagaimana bila telinga Anda ditukar dengan uang jutaan rupiah? Atau mata Anda dijual dengan harga milyaran rupiah? Tentunya setiap kita ingin memiliki panca indera yang normal dan memfungsikannya untuk hal yang bermanfaat. Rasulullah SAW mengingatkan: “Manusia terbaik itu yang paling bermanfaat bagi insan lainnya”.  Statement ini sangat bermakna bagi kita untuk mengukir kebaikan kepada setiap orang, tentunya sesuai kapasitas dan kompetensi yang dimiliki. Karenanya peliharalah kesehatan agar bisa berkarya, menebarkan kebaikan kepada setiap orang. Siapa yang menanam dialah yang menuai hasilnya.

 

Kedua, sadarilah bahwa kesehatan yang dimiliki itu tidak selamanya ada dalam kehidupan. Sehat hari ini belum tentu kita nikmati esok hari. Bahkan banyak sekali orang yang hari ini sehat, secara mendadak langsung jatuh sakit. Saat itulah dia merasakan betapa mahalnya nilai kesehatan. Rasulullah SAW menegaskan: “Jagalah sehatmu sebelum datang sakitmu”. Suatu pernyataan Rasulullah SAW yang sangat inspiratif dan sarat makna agar kita benar-benar mampu memelihara kesehatan.

 

Ketiga, jaga keseimbangan antara sehat jasmani dan rohani. Apalah artinya wajah tampan dan paras cantik bila hatinya kena virus penyakit hati. Yang lebih penting inner beauty kebaikan dalam hati, artinya hati ini dihiasi dengan nilai-nilai akhlak mulia. Hati yang baik akan memancar aktivitas yang baik pula. Hati buruk rupa akan mencerminkan buruk, tentunya akan menjadi cercaan bahkan hinaan orang lain. Bukankah Rasulullah SAW pernah mengingatkan: “Allah SWT melihat hati seseorang bukan melihat rupa seseorang”. Kian jelas, bahwa kesehatan hati harus menjadi prioritas utama untuk dipelihara. Hati sehat tubuh pun akan kuat. Sebagaimana ada peribahasa mengatakan Mensana in corporesano. Wallahu’alam.

 

 

Artikel ini telah diterbitkan pada Buku Literasi Spiritual: Mengungkap Metakognitif di Universitas Kehidupan  (Juli 2020)

ISBN 978-623-272-448-8

Diterbitkan oleh : MediaGuru Surabaya

Digubah dan Dipublish kembali pada Kamis, 27 April 2023 / 06 Syawal 1444 H Pkl. 04.06  Wib Dalam Ruang Literasi Spiritual.

Untuk pengembangan literasi dan memperkaya referensi milikilah buku kami yang sudah ber-ISBN :

Jejak Mualaf Literasi (2019). Literasi Spiritual 2020). Khotbah Berbasis Literasi Spiritual (2021)

1 komentar untuk "Sehat itu Nikmat"