Menyelami Hati Bahagiakan Diri
Spektakuler memang. Saat kita menelaah diri, mendekat dengan Allah SWT semua orang mencapai puncak kebahagiaan hakiki. Bahkan sering banyak orang tak terasa meneteskan air mata, flashback tentang perilakunya terkadang ke luar dari rel aturan Allah SWT. Saat itulah, seseorang melupakan duniawi, dihadapannya terpampang kehidupan ukhrawi.
Apakah Anda
pernah merasakan pengalaman spiritual tersebut? Tentunya pernah, bahkan sering
bukan? Ternyata orang yang sukses menemukan jati diri adalah orang yang mampu
menyelami hati. Ada apa dengan hati? Kita memahami, sumber kehidupan manusia
adalah hati. Hatilah yang mem-blueprint kehidupan. Benarlah seperti
disinyalir Rasulullah SAW “sesungguhnya dalam jasad manusia terdapat
segumpal daging. Apabila baik maka baiklah seluruh jasadnya. Apabila buruk,
maka buruklah jasadnya. Ingatlah hal itu adalah hati”. (HR. Bukhari
Muslim)
Bagaimana kiat
kita untuk menyelami hati agar membawa diri pada bingkai kebahagiaan?
Pertama, kenalilah
jati diri. Dengan mengenal jati diri, semua perilaku akan berorientasi pada
koridor kebaikan. Siapa diri sesungguhnya dan akan ke mana kita kembali?
Pertanyaan ini sebagai upaya muhasabah, sehingga perilaku kita benar-benar
humanis. Selalu ingat, bahwa pada prinsipnya hidup ini menanam kebaikan dengan
mengenali diri dan menghargai orang lain dengan nilai-nilai kebaikan.
Kedua,
menyelami hati setiap saat. Perkataan dan perbuatan yang memancar dari hati,
pasti selalu memercikkan cahaya kebaikan. Allah SWT mengingatkan di dalam
Al-Qur'an: “Tidak dusta apa yang dikatakan hatinya.”(An-Najm
[53]:11). Di sinilah pentingnya menyelami hati dengan meneliti, memandang dan
menelisik secara akurat. Sesungguhnya isi hati setiap orang pasti bening. Saat
hati kita bening, itulah kesadaran manusia sesungguhnya. Ibnu Athaillah
(2010:h. 12) mengungkapkan bahwa “tidak ada yang bisa memberi manfaat
kepada qolbu seperti uzlah untuk memasuki medan perenungan”.
Untaian kalimat
bermakna tersebut kian memperjelas bahwa menjadikan hati “sepi”dari kesia-siaan
dan membuat nafsu “sendirian” dalam permainannya. Kemudian kita lanjutkan
perjalanan kehidupan dengan penuh kesadaran. Sungguh saat kehidupanmu bening,
hatimu akan bening.
Saat momen kita
suskes menyelami hati, kebahagiaan akan didapatkan. Mengapa demikian? Karena
hati adalah poros kehidupan manusia yang selalu mengarah kepada kebaikan. Saat
seseorang berbuat baik, itulah kebeningan hatinya. Di sisi lain, banyak orang
berbuat jelek, saat itu hatinya tertutup noktah hitam sehingga kebeningan hati
terbelenggu noda dan dosa. Sering orang berkata, tanyakan kepada mata hatimu, A
atau B mau memilih kebaikan ataukah keburukan? Bukankah hidup di dunia ini
selalu dihadapkan dengan pilihan?
Semoga saja
dengan menyelami hati, kehidupan kita akan bahagia dan membahagiakan. Mulai
kapan kita mampu menyelami hati untuk menggapai bahagia? Tentunya mulai detik
ini. Wallahu ‘Alam.
Artikel ini telah
diterbitkan pada Buku Literasi Spiritual: Mengungkap Metakognitif di
Universitas Kehidupan (Juli 2020)
ISBN
978-623-272-448-8
Diterbitkan
oleh : MediaGuru Surabaya
Digubah
dan Dipublish kembali pada Selasa, 18 April 2023 / 27 Ramadan 1444 H Pkl. 04.15
Wib.
Untuk
pengembangan literasi dan memperkaya referensi milikilah buku kami:
Jejak
Mualaf Literasi (2019). Literasi Spiritual 2020). Khotbah Berbasis Literasi
Spiritual (2021)
Yu kita manaje hati kita
BalasHapusMengispirasi insyaallh
BalasHapusMa Syaa Allah sangat menginspirasi dari karya👍
BalasHapus