Dunia ini Panggung Sandiwara - Sebuah Refleksi Kehidupan
“Hidup di dunia hanyalah sementara, semuanya akan kembali kepada Rabbul Izzati. Kita perankan diri sesuai dengan kapasitas terbaik. Targetnya, bermanfaat untuk setiap insan. Amal shalehlah yang akan menolong saat kita hidup di akhirat nanti”.
Penguatan Literasi Spiritual
Wahyudin
Praktisi Pendidikan Islam dan Dakwah
Kehidupan dunia
esensinya hanyalah panggung sandiwara, demikian dilantunkan Ahmad Albar Roker
ternama pada eranya. Potongan syair ini bukan tanpa alasan. Mengapa demikian?
Perlu kita telisik lebih mendalam. Semua manusia memang sudah ditetapkan garis
hidupnya. Bahkan menurut agama aspek jodoh, rezeki, nasib dan ajal sudah
ditetapkan Allah SWT sejak zaman azali.
Sekarang kita
berperan sebagai apa, di mana kita berada, bersama siapa kita hidup dan seabrek
atribut peran sesuai potensi dan kapasitasnya. Sesungguhnya hidup ini
sederhana, kita berbuat sesuai proporsi dan kompetensi. Seorang ulama berjihad
mengembangkan agama dengan ikhlas, sehingga akhir hayatnya dipayungi husnul
khotimah. Seorang guru mengajar dan mendidik, agar peserta didiknya menjadi
insan berakhlaqul karimah, berilmu dan sukses dalam hidupnya. Seorang politisi
dan pemimpin tentunya wajib memiliki idealisme mengemban amanah secara optimal,
sehingga karya dan kepemimpinannya dicatat dengan tinta emas. Seorang pengusaha
tentunya melancarkan usahanya berbasis lingkungan dan berprinsip win win
solution totalitas, targetnya sama menjadi insan bermanfaat. Bukankah semua
jabatan dan kepemilikan manusia akan ditanggalkan?
Apa pun profesi
kita, tentunya selalu ingin menjadi insan bermanfaat. Sebagaimana diingatkan
Rasulullah SAW dalam haditsnya: “manusia terbaik adalah yang paling bermanfaat
bagi insan lainnya.”(HR. At-thabrany). Allah SWT dan Rasulullah tidak pernah
berpesan, manusia terbaik orang paling
kaya atau paling tinggi jabatannya. Di
sinilah kesempatan kita menjadi insan terbaik yang disayangi Allah SWT dan
Rasulullah SAW. Kita semua mempunyai peluang menjadi orang bermanfaat dan
bertaqwa.
Kembali pada
judul di atas, jelaslah bahwa kita bagian dari pemain sandiwara. Sehebat apa
pun seseorang atau komunitas mana pun dalam memainkan peran sandiwara, pada
akhirnya semua perkataan dan perbuatannya akan dimintakan pertanggungjawaban
dihadapan Allah SWT. Semakin tinggi jabatan dan banyaknya kepemilikan seseorang
akhirnya kembali kepada Allah SWT. Bahkan kehidupan dunia itu hanyalah
permainan. Sebagaimana Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya
kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. Dan saat kamu beriman dan
bertaqwa, Allah akan menganugerahkan pahala kepadamu dan Allah tidak akan
meminta harta-hartamu”. (QS. Muhammad: [47] : 36)
Selagi kita
masih diberi kesempaatan hidup, kita memainkan peranan sandiwara ini secara
adil dan proporsional. Apakah kita menunggu ajal menjemput? Kita akan
dimandikan, dikapani, dishalatkan dan dikuburkan? Tentu ujungnya kita cooling
down menyadari bahwa waktu sangat cepat berlalu. Jadikanlah setiap detik
diisi dengan amalan berkualitas, atau masih tetapkah ingin bermain sandiwara?
Sebuah renungan dari Ibnu Athoillah dalam kitab Al-Hikam dijelaskan:
“Tinggalkan kebanggaanmu pada kemuliaan
duniamu. Sebab segala yang ada di dunia ini fana, tidak kekal, dan dapat saja
hilang atau rusak. Mulailah mengarahkan pandanganmu pada kemuliaan hakiki.
Kemuliaan yang hadir dari Zat yang Maha Kekal. Segala kepemilikan, posisi tertinggi,
dan prestise hanyalah bagian yang sangat kecil dari kekuasaanNya yang tiada
terbatas. Masa kemuliaan duniawi itu terbatas, dan engkau tidak bisa mencegah
saat masa itu tiba. Bukankah jika engkau telah dimuliakan makhlukNya, maka bisa
jadi engkau pun akan dihinakan oleh makhlukNya yang lain? Buanglah sikap merasa
istimewa agar engkau tidak kecewa”.
Wallahu ‘Alam
Artikel
ini telah diterbitkan pada Buku Literasi Spiritual: Mengungkap Metakognitif
di Universitas Kehidupan (Juli 2020)
ISBN
978-623-272-448-8
Diterbitkan
oleh : MediaGuru Surabaya
Digubah
dan Dipublish kembali pada Sabtu, 15 April 2023 / 24 Ramadan 1444 H Pkl. 15.15
Wib.
Untuk
pengembangan literasi dan memperkaya referensi milikilah buku kami:
Jejak
Mualaf Literasi (2019). Literasi Spiritual 2020). Khotbah Berbasis Literasi
Spiritual (2021)
Insya Allah kita terus mengalirkan manfaat.
BalasHapus