Alam pun Berzikir
Literasi Spiritual
Wahyudin, NS.
Praktisi Pendidikan Islam
dan Dakwah
Penulis Buku dan Pegiat
Literasi
Saat saya bergegas ke masjid jelang Shalat Subuh, di ufuk Timur
indah memancar bulan sabit. Masya Allah, betapa indah dipandang, sangat
menyejukkan. Satu hal yang membuat hati ini bergetar, bulan yang nota bene
sebagai makhluk tak bernyawa konsisten mentaati perintah Allah SWT. Tak pernah
jemu selalu menyinari bumi di malam hari. Inilah bentuk zikir sang rembulan
kepada Maha Pencipta. Alam pun berzikir dengan istiqomah. Terlebih kita sebagai
"Khalifatu Fil Ardhi" tentunya selalu berdzikir bukan?
Sangat fenomenal peristiwa alam tersebut. Semuanya taat kepada perintah
Allah SWT. Sebenarnya mengapa alam selalu berzikir? Banyak ayat Al-Qur'an
menjelaskan fenomena ini. Seperti Firman Allah SWT : "Matahari dan bulan
sudah beredar pada manzilahnya masing-masing. Semuanya telah ditetapkan Allah
SWT” (QS. Yasin [36] : 38-39).
Pelajaran bermakna bisa kita petik melalui eksistensi matahari
dan bulan. Betapa konsistennya setiap saat tunduk ke hadirat Allah SWT.
Bagaimana halnya dengan kita sebagai manusia berakal? Apakah sudah mantap
berzikir? Juga, apakah dengan zikir mampu menenangkan dalam menapaki kehidupan?
Tidak mudah untuk menjawab permasalahan dimaksud, karena zikir
itu pujian kepada Allah SWT yang diucapkan secara berulang. Mengapa
berulang-ulang? Karena hal ini bagian dari ibadah yang harus terus digelorakan.
Saat berzikir, tentunya ada nuansa kejernihan batin. Karena merasa dekat dengan
Allah SWT. Saat hati merasa dekat kepada Allah, maka kehidupan kita dikontrol
Allah SWT. Bahkan dengan zikir berulang-ulang akan memberi efek dahsyat menjadi
insan bersyukur dan terhindar dari kufur. Allah SWT mengingatkan agar kita
selalu mengingat Allah dan sealu bersyukur." (QS. Al-Baqoroh [2] : 152).
Pesan Allah SWT tersebut luar biasa. Bangkitkan spirit kita
untuk selalu berzikir dengan optimal. Sehingga memayungi kehidupan dan merambah
mentalitas bersyukur. Orang yang berzikir dengan intens, memberi etos positif
pada kehidupan. Merasa dikontrol Allah SWT dalam kondisi apa pun. Bahkan
mengkristal menjadi "muhsin", profil muslim kaffah karena selalu
merasa dipantau Allah SWT dan menghadirkan Allah dalam kehidupan. Mantap bukan?
Di sisi lain, efek zikir telah diperagakan sang mentari yang
menyinari bumi. Tak jemu memberikan manfaat untuk alam dan manusia. Kita pun
sama, dengan berzikir yang berkualitas akan mengimbas positif untuk kehidupan.
Bisa jadi, saat zikir kolosal disajikan. Saat itulah rahmat dan magfiroh Allah
SWT turun. Semua zikir yang dikumandangkan, menjelma menjadi doa sebagai
senjata umat Islam. Secepat kilat Allah SWT mengabulkan doa-doa yang
dipersembahkan. Karenanya, zikir pun bisa bermakna doa. Harapan dan cita yang
selalu menjadi impian bagi setiap insan.
Selanjutnya, apakah zikir yang secara kontinu kita gemakan, baik
secara individu atau kolektif mampu menenangkan jiwa dan kehidupan kita?
Idealnya setiap insan beriman meraih ketenangan jiwa saat berzikir. Mengapa
demikian? Karena saat kita berzikir, secara totalitas terpaut kepada
Allah SWT. Semua dominasi kehidupan duniawi dikosongkan. Dalam jiwa tersimpan
segala ke-Mahakuasaan Allah SWT. Saat itulah Allah hadir dalam kehidupan kita.
Ada kisah spiritual di tahun 2011 bisa dipaparkan. Saat saya
bersama istri menunaikan ibadah Haji. Saya diamanahi sebagai Ketua Rombongan
(Karom) jemaah Haji Mandiri. Seorang jemaah saat itu sakit panas yang sangat.
Waktu bergerak menuju Arafah, saya menggerakkan jemaah untuk menuju Arafah. Di
depan Maktab, dengan suara lantang saya memimpin doa bersama untuk jemaah yang
sakit. Qodarullah, dengan izin Allah SWT, jemaah tersebut langsung
sembuh. Bahkan lebih sehat dari pada jemaah lainnya. Kekuasaan Allah telah
ditunjukkan, tersebab kota suci Mekah tempat ijabah saat kita berdoa dan
bermunajat.
Apa makna dari kisah ini? Bisa kita pahami, bahwa zikir mampu
menenangkan batin. Mengeluarkan jiwa dari kegalauan bahkan sebagai langkah
preventif lari dari kegersangan spiritual. Berganti menjadi sejuta ketenangan
bersemayam pada hati. Sering dalam realitas kehidupan kita diuji. Antrian
panjang saat menyelesaikan urusan di Bank umpamanya. Sangat kompleks, kondisi
saat macet di jalan, terlebih saat Idul Fitri tiba. Fenomena pulang kampung yang
dihiasi macet Panjang. Muslim yang selalu berzikir, tetap pada koridor jalan
Allah, tenang dan bersabar menghadapi kondisi se-kompleks apa pun. Itulah
hebatnya hati seorang mukmin yang dipilih Allah SWT sebagai mukmin sejati.
Allah SWT membuka hati
setiap muslim, agar selalu memetik hikmah dari ciptaan Allah. Ternyata alam pun
konsisten berzikir. Tunduk patuh atas perintah Allah SWT. Tentunya sangat
ironis, apabila manusia yang berakal dan berkapasitas sebagai "khalifatu
fil ardhi" masih lalai untuk berzikir.
Apakah kita tidak malu dengan alam? Bila kah kita berzikir? Yu,
mulai saat ini. Selagi hayat masih di kandung badan. Terus lah berzikir hingga
ajal menjemput. Bahkan Rasulullah SAW mengingatkan: "Siapa orang
mengucapkan "laa ilaaha illlallah" di akhir hayatnya, maka
akan masuk ke Surga". Satu reward monumental bagi insan berzikir,
Allah SWT memberikan garansi surga. Yu, kita berzikir. Mulai kapan? Ya, sejak
sekarang. Wallahu ‘Alam.
ISBN
978-623-272-448-8
Diterbitkan
oleh : MediaGuru Surabaya
Digubah
dan Dipublish kembali pada Kamis, 20 April 2023 / 29 Ramadan 1444 H Pkl. 04.21 Wib Dalam Ruang Literasi Spiritual.
Untuk
pengembangan literasi dan memperkaya referensi milikilah buku kami:
Jejak
Mualaf Literasi (2019). Literasi Spiritual 2020). Khotbah Berbasis Literasi
Spiritual (2021)
Yu belajar bersama alam.
BalasHapus