Waktu Bagaikan Pedang : Refleksi Jelang Ramadan 1444 Hijriyah
Literasi Islami
Wahyudin, NS.
Praktisi Pendidikan Islam dan Dakwah
Penulis tiga Buku Tunggal dan Puluhan
Buku Antologi
Insan beruntung itu yang selalu
memanfaatkan waktu dengan optimal. Sehingga dari waktu ke waktu mengoleksi amal
kebaikan dan kesalehan sosial.
Tak terasa,
seakan Ramadan 1443 Hijriyah baru kemarin. Sekarang sudah menapaki di
penghujung waktu bulan Sya’ban 1444 Hijriyah. Waktu begitu cepat, bagaikan
pedang. Waktu yang lalu tak akan terulang Kembali. Waktu sekarang Insya Allah
akan kita tapaki, dan waktu akan datang sebuah harapan yang mungkin bisa dirasakan
dan bisa jadi tidak kita alami. Itulah fenomena waktu. Bergulir bagaikan kilat.
Sesungguhnya,
setiap orang disajikan waktu oleh Allah SWT 24 jam sehari semalam. Tetapi
mengapa ada orang yang sukses ada pula orang yang merasa belum sukses? Tentunya
relativitas ini yang akan ditemui setiap saat. Ada orang yang mengisi waktu
dengan maksimal dan kegiatan produktif, ada pula yang merasakan waktu begitu
cepat pergi tak bermanfaat.
Suatu hari,
saya bincang dengan Pedagang Pesor Sayur sekitar Pkl. 05.15 Wib pagi. Saat dialog
santai, saya berpikir betapa hebatnya orang ini? Benar-benar memanfaatkan waktu
dengan baik. Sertiap hari bangun tidur sekitar jam 02.00 atau jam 03.00 Wib.
Betapa semangatnya hidup pedagang ini, sehingga waktu yang ada dimanfaatkan
dengan optimal. Di sisi lain, bisa jadi ada yang selalu bangun jam 06.00 Wib
selalu kesiangan. Tidurnya selalu larut malam, sehingga waktu yang ada tidak
dimanfaatkan dengan maksimal. Itulah fenomena waktu, tetap bergerak, tidak
pernah berhenti.
M. Quraish
Shihab (2008, h.87) menyatakan bahwa waqt (waktu) adalah batas akhir dari
masa yang seharusnya digunakan untuk bekerja. Dalam Al-Qur’an terminologi waktu
menggunakan kata asr artinya manusia dituntut untuk menggunakan dengan
sekuat tenaga, memeras keringat, sehingga sari kehidupan dapat diperoleh.
Bahkan dikatakan, semua manusia ada dalam kerugian, kecuali orang yang beriman
dan beramal shaleh serta menasehati kebenaran dan kesabaran (QS. Al-Asr: 1-3).
Sangatlah
urgen pemanfaatan waktu bagi setiap manusia. Bahkan orang barat menyatakan time
is money, waktu adalah uang. Betapa berharganya waktu sehingga dianalogikan
dengan uang. Orang yang memanfaatkan waktu dengan optimal akan mendapatkan
pundi-pundi uang untuk menyambung kehidupan. Sebaliknya, bagi orang yang menyia-nyiakan
waktu akan zonk tidak mendapatkan apa-apa. Sedangkan waktu terus
bergulir tak kan terulang kembali.
Waktu juga
berkorelasi dengan usia. Orang yang diberikan umur panjang berarti lebih banyak
diberikan kesempatan dan waktu oleh Allah SWT untuk hidup di dunia. Ada dialog
sangat menarik, terjadi pada masa Dinasti Bani Abbas. Berapakah umur kakek?
Tanya sang penguasa. Sepuluh tahun jawab sang kakek. Jangan berolok-olok sergah
sang penguasa. Benar tuan, umurku baru sepuluh tahun. Selama 60 tahun aku
melanggar aturan. Baru sepuluh tahun ini aku mengisi hidupku dengan hal-hal
yang memakmurkannya, jawabnya.
Betapa
cerdasnya Sang Kakek itu. Usianya yang bermanfaat ternyata baru sepuluh tahun
untuk berbuat amal shaleh. Bagaimana dengan kita? Apakah selalu mamanfaatkan
waktu dan usia untuk kebaikan dan amal shaleh atau tetap melanggar aturan
Allah?
Jelang bulan
suci Ramadan ini kita berefleksi, sehingga Ramadan tahun ini sebagai momentum
untuk me-recovery nilai-nilai kebaikan. Kita berharap, Ramadan 1444
Hijiriyah ini menjadi Ramadan terbaik bagi hidup kita. Selamat menyongsong bulan
mulia. Marhaban Yaa Ramadan. Marhaban Yaa Syahrossiyam.
Untaian
refleksi menyambut bulan suci Ramadan 1444 Hijriyah.
Dalam Ruang
Literasi Spiritual.
Kalenderwak,
22 Maret 2023 H / 29 Sya’ban 1444 H Pkl. 07.13 Wib.
BalasHapusMantap refleksinya luar biasa pak Ustad .
Aamiin yaa Robbal aalamiin
Maa syaa allah, alhamdulillah selalu mengingatkan akan kebaikan,,, semangat pa haji untuk dakwahnya.
BalasHapus