Sabar Ada Batasnya?
Literasi Spiritual
Wahyudin
Penulis
3 Buku Tunggal dan Puluhan Buku Antologi Bersama Pegiat Literasi
“Kekuatan
sabar menjadi suluh kehidupan insan beriman. Buah manisnya akan mendapatkan
Rahmat dan kasih sayang Allah SWT”.
Sabar kan ada batasnya. Kalimat singkat ini sering
dikatakan oleh banyak orang. Sesungguhnya saat seseorang mengungkapkan hal
tersebut, berarti dia sudah hilang kesabaran. Padahal sabar itu tidak ada
batasnya. Mengutip Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makna sabar adalah
tahan menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas
patah hati). Sangatlah mendalam pengertian sabar ini menembus ranah psikologis,
sosiologis bahkan medis. Coba bayangkan, saat Anda beribadah di kota suci Mekah
dan Madinah secara totalitas wajib memiliki kesabaran tingkat tinggi.
Eksistensi sabar sangat urgen dimiliki setiap
personal. Karena setiap orang sedang diuji dengan materi ujian relatif berat. Ada
yang diuji dengan ujian di sekolah, pesantren, maupun kampus. Ada yang diuji
kekurangan harta, kenakalan anak-anaknya, dan bentuk ujian lainnya. Di sinilah
kekuatan kesabaran seseorang diuji, lulus atau tidak?
Diungkapkan Ary Ginanjar Agustian (2002: 199)
dikenal dengan kecerdasan emosi seperti: Kemampuan merasakan, memahami, dan
secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan
pengaruh manusia. Di sinilah dibutuhkan kesabaran untuk meraihnya. Seseorang
yang memiliki kepekaan sosial tidak bisa terlepas dari kesabaran. Sabar mendengarkan keluhan,
dan sabar untuk memberi advis atau meminjamkan sesuatu.
Sabar Saat Puasa di bulan Ramadan
Puasa identik dengan kesabaran. Dalam puasa tertanam pengendalian diri menahan lapar dan
haus serta yang membatalkan puasa. Substansinya tetap nilai sabar terpatri
dalam jiwa. Rasulullah SAW mengingatkan :"Dari Abi Hurairah, ia
berkata: Rasulullah SAW bersabda: Segala sesuatu ada zakatnya dan zakat badan
adalah puasa. Dan puasa itu bagian dari kesabaran". (HR. Ibnu Majah).
Betapa mulianya ibadah puasa, sehingga Nabi Muhammad SAW mengibaratkan puasa
itu separuh kesabaran.
Dalam puasa, mengendalikan diri dari lapar dan haus
serta syahwat juga menghindari amaliah yang membatalkan puasa. Sebagai
motivasi strategik, sudah disajikan
keutamaan puasa. Sepuluh hari pertama merupakan rahmat, sepuluh hari kedua
magfiroh dan sepuluh hari ketiga terbebas dari api neraka. Untuk meraih tiga
momentum ini, mutlak dibutuhkan kesabaran. Komaruddin Hidayat (2008, h. 112)
menuturkan dalam ibadah puasa terdapat tiga aspek fundamental: mendekatkan diri
kepada Tuhan, menyucikan diri, dan membangun kesalehan sosial. Tiga aspek ini
bisa berjalan secara simultan dihiasi dengan kesabaran.
Sesungguhnya kesabaran itu sebagai penolong orang
beriman. Mengapa dikatakan penolong? Lazimnya, orang sabar itu memiliki jiwa
yang tangguh, tahan uji, kuat menghadapi problematika kehidupan sekompleks
apapun. Sebagaimana Allah SWT ingatkan dalam Alquran:"Hai orang-orang
beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar". (QS. Al Baqarah [2] : 153).
Sangatlah jelas, dengan mejadikan sabar sebagai pola
kehidupan, maka hasilnya akan indah. Para Nabi dan Rasul serta Salafussalih,
selalu diuji dengan kesabaran. Nabi Musa AS diuji dengan zolimnya seorang
Firaun yang mengaku diri sebagai Tuhan. Rasulullah SAW diuji dengan perilaku
Abu Jahal dan Abu Lahab serta Kafir Quraisy yang selalu meng-ultimatum bahkan
ingin membunuh Nabi. Dengan jiwa sabar, semua problem besar itu diberikan
solusi terbaik oleh Allah SWT. Klimaksnya lulus ujian dengan kesabaran.
Begitu pula kita di era digital ini, banyak ujian
yang membutuhkan kesabaran. Sehingga puasa Ramadan 1444 Hijriyah ini dapat kita
tuntaskan dan meraih gelar muttaqin, insan yang bertakwa.
Bekasi, 27 Maret 2023 / 05
Ramadan 1444 Hijriyah Pkl. 04.27 Wib.
Dalam Ruang Kesabaran
Terima kasih pak haji...
BalasHapusSami2 bu. Mugia manfaat ya.
HapusMasya Allah..luar biasa pak haji..
BalasHapusSyukron ustaz Roisul Madrosah apresiasinya. Moga manfaat.
Hapus