Ramadan Manifestasi Literasi Dakwah
Literasi Ramadan Mubarok Wahyudin Praktisi Pendidikan Islam dan
Dakwah Penulis Buku dan Trainer Literasi Saya bersyukur masih banyak masjid
yang konsisten melaksanakan program kajian ba’da Shalat Zuhur untuk pengembangan
dakwah. Mengapa tidak? Karena dengan program seperti ini terwujud syiar Islam
berbasis ilmiah. Klimaksnya Islam Rahmatan Lil Alamin dapat terus membumi di NKRI yang mayoritas
muslim. Ramadan sebagai momentum
energi utama dalam literasi dakwah. Di masjid dan musholla, instansi
pemerintah dan swasta selalu memanfaatkan momentum. Tidak kalah di lembaga
pendidikan dari TK hingga Perguruan Tinggi, gema suara Ramadan benar-benar
terasa. Melalui kajian Ramadhan, kultum pasca Shalat lima waktu hingga
diskusi Ramadan digelar. Sebuah fenomena literasi dakwah luar biasa yang
patut dilanjutkan dan dipertahankan eksistensinya di luar Ramadan. Dakwah menurut Quraish Shihab
(2000: 194) yaitu ajakan untuk keinsafan, sebagai upaya mengubah keadaan yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap individu maupun sosial kemasyarakatan. Pelaksanaan dakwah bukan hanya pemahaman keagamaan saja
tetapi praktik dalam kehidupan. Terlebih di zaman sekarang ini, ia harus
lebih berperan menuju kepada pelaksanaan ajaran Islam secara lebih menyeluruh
dari berbagai aspek kehidupan. Islam itu agama universal, berkaitan dengan
masalah kehidupan duniawi dan ukhrawi. Itulah sasaran dakwah yang
terintegrasi. Pengembangan Dakwah Tiada Henti Muhammad Sayyid Alwakil dalam
bukunya "Ususu ad da'wah wa Adabu ad-Du'at" diterjemahkan
oleh Dedi Junaedi menjadi "Prinsip dan Kode Etik Dakwah" (2002:
3-4) mengungkapkan "dakwah Islam bukan hanya serangkaian kata yang
diulang-ulang atau pidato agitatif memukau umat. Juga bukan serentetan
filsafat pemikiran yang menerawang, tetapi dakwah Islam itu bersifat amaliyah
dan mampu menggerakkan akal dan jiwa menuju ketentraman materil dan
spiritual". Sungguh mulia target monumental dakwah sehingga melahirkan
harmonisasi kehidupan di segala bidang. Harmonisasi kehidupan akan tercipta
apabila juru dakwah dan para audien ikhlas mengikuti acara syiar Islam. Bukan
hanya terjebak pada formalisasi acara keumatan tetapi menapaki pada praktik
ibadah dalam kehidupan. Bulan Ramadan momentum strategik, di mana saat Shalat
Tarawih sudah timbul kesadaran meningkatkan kualitas umat. Diawali Shalat
Isya berjamaah, dikemas dengan Shalat Sunah Rawatib kemudian ada kultum
pra-Tarawih dan Shalat dengan tuma'ninah. Juga dilanjutkan dengan tadarus Al-quran
dengan spirit membara. Tak kalah luar biasa, saat Shalat Subuh semuanya
bergerak ke masjid menegakkan Subuh berjemaah. Bandingkan dengan hari biasa
di luar bulan Ramadan, betapa berbeda kuantitasnya bukan? Inilah diantara
kesuksesan dakwah menembus keimanan umat Islam. Mengapa shalat subuh
sasarannya? Karena sering kita mendengar "apabila ingin menghitung umat
Islam lihatlah saat Subuh berjemaah". Selalu menegakkan shalat sesuadah
matahari tergelincir sampai gelap malam. Juga menegakkan shalat subuh, karena
shalat disaksikan Malaiakat. (QS. Al-Isra [18] : 78). Bahkan Rasulullah SAW
mengingatkan :"Siapa yang shalat Subuh berjemaah kemudian
(setelahnya) duduk berzikir hingga matahari terbit, kemudian shalat dua
rakaat dhuha, maka dia akan mendapatkan pahala setara haji dan umrah,
senpurna, sempurna, sempurna". (HR. At-Turmudzi). Bingkai Dakwah Menyatukan Umat
Islam Sering terjadi di masyarakat silang
pendapat, seperti: jumlah rakaat tarawih, jumlah azan shalat Jumat, zikir dan
doa keras atau perlahan, zikir berapa kali mengucap nya, shalat Subuh qunut atau tidak, tahlil
untuk orang meninggal, dan jenis ikhtilaf lainnya. Hemat saya bukan zamannya
lagi menjadikan hal tersebut kontroversi membuat umat Islam lelah membahas
ikhtilaf tersebut. Idealnya di era digital ini sudah
saatnya Islam bersatu. Seperti dikatakan sebuah maqolah "quwwatul
Islam biljama"ah". Kuatnya Islam dengan berjamaah. Biarlah
segala ikhtilaf itu mengalir secara alami tetapi tetap menguatkan aqidah
hingga akhir hayat. Ali Nafis (2008:68-69) dalam bukunya "Mengapa Umat
Islam Mundur?" Belaau mengungkapkan bahwa dalam rangka membina Tauhid
Ummah, Alqur'an telah meletakkan dasar yang sempurna agar persatuan dan
kesatuan umat manusia tetap terjaga keharmonisannya antar satu dengan yang
lainnya dengan prinsip:(1) Manusia harus menyadari diciptakan Allah dari
nenek moyang yang satu yaitu Adam dan Hawa, (2) Memikiki Tuhan yang sama
yakni Allah SWT, (3) Harus meyakini, bahwa agama yang diterima Allah SWT
hanyalah Islam, (4) Tetap menjadikan Nabi dan Rasul sebagai figur sentral
kehidupan (5) Derajat paling mulia di sisi Allah adalah insan takwa. Beberapa
kesepakatan inilah sebagai perekat persatuan umat, sehingga tujuan utama
kehidupan yaitu lillahi taala. Dengan melihat uraian di atas
jelaslah bahwa persatuan dan kesatuan umat menjadi sangat penting sehingga
Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah Wathoniyah dan Ukhuwah Basyariyah tetap
terpelihara sepanjang zaman. Karenanya momentum Ramadan harus kita jadikan
sebagai oase pengembangan literasi dakwah agar Islam mampu merespon zaman dan
sekaligus sebagai solusi terbaik dalam kehidupan. Islam akan maju manakala
mengkolaborasi antara iman, ilmu dan amal. Sehingga literasi dakwah
membuahkan insan ulul albab. Wallahu 'Alam Digubah Kembali, Rabu 29 Maret 2023
/ 07 Ramadan 1444 H. Pacsa Subuh 05.33 Wib |
Tulisan ini menggugah kesadaran akan pentingnya memahami ramadan sbg manifestasi literasi dakwah. Tks
BalasHapusHatur nuhun apresiasinya pak Dosen.
Hapus