Pra-pesantren Penguatan Mentalitas Anak
Pra-pesantren momen strategik menguatkan anak menuju pesantren. Pengalaman saya sebagai orang tua, saat anak masa sekolah tingkat dasar sebagai awal penguatan dimana setiap anak berproses sosialisasi di sekolah/madrasah. Saat ini anak diarahkan mulai mandiri dan bersosialisasi dengan teman di sekolah dan sahabat sepermainan.
Peristiwa yang terjadi pada masa keemasan ini selalu dikenang
anak sebagai pengalaman berharga. Sehingga terpatri dalam kehidupannya hingga
dewasa nanti. Ikatan
kekeluargaan membantu anak mengembangkan sifat persahabatan, cinta kasih,
hubungan antara pribadi, kerja sama disiplin, tingkah laku yang baik, serta
pengakuan dan kewibawaan.
Lebih
lanjut, Alisuf Sabri mengutip ST. Vembriarto (1999, h. 15-16) menyatakan tujuh
fungsi dan peranan keluarga bagi anak; (1) fungsi biologis, yaitu keluarga
tempat lahirnya anak. Secara biologis, anak berasal dari orang tuanya, (2)
fungsi afeksi, keluarga merupakan tempat terjadinya hubungan sosial yang penuh
dengan kebersamaan dan kemesraan serta afeksi (penuh kasih sayang) dan rasa
nyaman, (3) fungsi sosialisasi, membentuk kepribadian anak. Melalui interaksi
sosial dalam keluarga anak mempelejari pola tingkah laku, sikap, keyakinan,
cita-cita dan nilai-nilai dalam masyarakat menuju perkembangan kepribadiannya,
(4) fungsi pendidikan, keluarga sejak dahulu merupakan institusi pendidikan.
Keluarga sebagai institusi awal sebelum anak hidup di lingkangan sosial
kemasyarakatan, (5) fungsi rekreasi, keluarga merupakan tempat/medan rekreasi
bagi anggotanya untuk memperoleh afeksi, ketenangan, dan kegembiraan, (6)
fungsi keagamaan. Fungsi ini penting bagi penanaman jiwa agama bagi anak. Di zaman digital ini
fungsi ini sudah mulai terdistorsi, karena anak lebih akrab dengan dunianya
Bersama medsos dan digitalisasi lainnya, dan (7) fungsi perlindungan, keluarga
berfungsi memelihara, merawat dan melindungi si anak baik fisik maupun
sosialnya. Di zaman modern sekarang, fungsi ini sudah banyak diambil fungsinya
oleh institusi lain sehingga banyak anak yang kurang dekat dengan keluarganya.
Pola Pendidikan Anak dalam Keluarga
Islam agama universal, tentunya
memberikan pola pengembangan kehidupan bagi pemeluknya dengan ideal. Masalah apapun
sudah ada pedomannya, baik dalam Al-Quran maupun Al-Hadits. Jadi ajaran Islam
sangat compatible: cocok, rukun dan harmaonis bahkan sesuai
dengan kondisi zaman kapanpun dan di manapun berada. Bahkan ajaran Islam sudah
final dan lengkap tidak ada tambahan lagi, hanya tugas umat Islam menafsirkan
isi kandungan dua pedoman itu (QS. Al-Maidah: 3).
Berdasarkan uraian Chabib Thaha (1996,
h. 105) menguatkan bahwa Pendidikan Islam dalam keluarga sangat urgen untuk
perkembangan anak diantara materinya, (a) pendidikan ibadah, (b) pokok-pokok
ajaran Islam dan membaca Al-Quran, (c) pendidikan akhlakul karimah, dan
(d) pendidikan aqidah Islamiyah.
Proses pengenalan anak terhadap
pendidikan pesantren terus dilakukan terutama terhadap sistem kehidupan di
pesantren. Seperti budaya tepat waktu, disiplin dalam belajar, ibadah di awal
waktu, hingga antri berwudu, makan, dan jenis antrian lainnya. Mengapa harus
diperkenalkan kepada anak? Tentunya, hal ini sangat penting. Karena kehidupan
di rumah sangat berbeda dengan kehidupan di pesantren.
Ada hal menarik saat saya menginap di
pesantren. Sekitar Pkl. 03.00 Wib pagi para santri sudah mulai dibangunkan oleh
para mudabir. Kemudian para santri diuji untuk budaya antri di kamar
mandi untuk bebersih dan berwudu. Kemudian melaksanakan shalat sunah Tahajud.
Tahajud sebagai proses pembelajaran
berharga, bahwa hidup tidak cukup dengan ikhtiar tetapi harus diikuti dengan
doa. Karena apapun doa yang dihantarkan oleh sang hamba, Allah SWT akan
mengabulkan doa-doa tersebut. Allah SWT berfirman: Berdoalah kepadaKu, Aku akan mengabulkan doamu..(QS. Ghafir [40]: 60).
Spirit ayat tersebut sangat men-support
para santri untuk lebih dekat kepada Sang Khalik. Selanjutnya, para santri dibawah
bimbingan asatiz berdialog dengan Bahasa Arab dan Inggris. Proses pembelajaran
luar biasa, sehingga anak terbangun mental mengapresiasi dan belajar
berdialektika dalam pengembangan ilmu. Hal ini dapat diceritakan kepada anak
yang akan hidup di pesantren. Targetnya agar anak memiliki mental baja, siap
menghadapi kehidupan yang penuh tantangan di masa kan datang.
Kalenderwak,
06 Maret 2023 / 13 Sya’ban 1444 H.
Pengalaman yang pernah saya alami ketika anak saya nyantri di Jawa Timur, terimakasih sudah mengingatkan saya pa Haji Wahyu
BalasHapusSami2 bu Haji. Tiga anak saya juga di Pesantren sejak 2008-2018 di PP Daar Elqolam. Yang bungsu 2017-2023 di Darussalam Subang. Berkah selalu.
Hapus