Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menelisik Percikan Intelektualitas Sang Cendekiawan Muslim

 


Artikel

Wahyudin, NS.

Praktisi Pendidikan Islam dan Dakwah

 

Siapa yang tidak mengenal Cendekiawan muslim brilian ini? Beliau pernah menjabat Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dua periode. Pemikirannya mewarnai khazanah keilmuan Islam dan pendidikan. Kiprahnya hingga ke dunia internasional.

 

Pascakuliah pada Fakultas Tarbiyah IAIN Jakarta (1982), ia pada 1986 memperoleh beasiswa Fullbright melanjutkan studi di Columbia University New York. Gelar Ph.D diperoleh dari Departemen Sejarah, Columbia University pada tahun 1992 dengan disertasi berjudul : The Transmission of Islamic Reformism to Indonesia: Networks of Middle Eastern and Malay-Indonesia  Ulama in Seventeenth and Eighteenth Centurie. Betapa gigihnya ilmuan ini, bahkan saat menjadi mahasiswa giat sebagai aktivis Himpunan Mahasiswa Islam  (HMI) di Ciputat.

 

Sebagai alumni IAIN Jakarta, saya selalu mengejar pemikiran beliau. Saat saya kuliah, beberapa kali mengikuti seminar dan kajian pada studium general yang digelar di auditorium kampus. Beliau selalu memeragakan pemikiran cemerlang. Saya sangat kagum dengan pemikiran Prof. Dr. Azyumardi Azra, CBE.

 

Menurut Nurcholis Madjid et.al.(2002), Azra mengontribusikan pemikiran dengan judul "Transformasi Nilai Islam dalam Etika Sosial". Sangat menstimulasi intelektualitas saya. 

 

Bang Edi – biasa ia disapa - mengungkapkan bahwa seluruh agama dapat dikatakan sangat menekankan sikap disiplin, etos kerja, motivasi, dan prestasi yang merupakan nilai-nilai Islam yang kelak ditransformasikan ke dalam etika sosial bagi setiap penganutnya.

 

Paradigma berpikirnya  luar biasa. Karena kita yakin, bahwa hal ini akan diamini oleh siapa pun. Esensinya  bersifat universal dan integrated. Meminjam terminologoli Ary Ginanjar sebuah anggukan universal. Setiap manusia pasti men-support nilai kebenaran  yang dianut. Sekaligus dimanifestasikan pada kehidupan sosial.

 

Mengungkap pemikiran Azra selalu menarik, terutama tentang disiplin dan manajemen waktu. Idealnya umat Islam memahami substansi urgensi waktu (QS. Al asr :1-3). Sejatinya, muslim hidup disiplin. Baik saat ibadah mahdhah maupun ghair mahdhah. Realitasnya jauh panggang daripada api. Terkadang, saat azan berkumandang masih banyak yang belum terpanggil untuk salat tepat waktu. Terlebih salat subuh berjemaah. Ironisnya, mayoritas masjid dan mushalla sepi dari pengunjung dalam berjemaah. Pekerjaan rumah besar umat Muslim mayoritas di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

 

Saat kita tengok negara Jepang, mereka sangat disiplin. Bahkan mereka banyak belajar dari disiplinnya matahari. Setiap pagi terbit di sebelah timur memancarkan cahaya dan konsisten tenggelam di arah barat. Filosofis ini terejawantah pada praktik kehidupan. Klimaksnya, tertuang sikap etos kerja dengan motivasi tinggi. Allah SWT berfirman: Kita diperintahkan untuk melihat program hari yang akan datang..(QS. Al Hasyr [59]: 18).

 

Ayat suci ini memotivasi kita untuk menatap masa depan. Tentunya dengan disiplin, etos kerja yang kuat dan visioner sehingga akan tergapai semua idealisme.

 

Hemat saya, ada beberapa catatan penting saat kita menelisik biografi dan kehidupan ilmuan Muslim Prof. Azyumardi Azra:

Pertama, beliau sangat cinta ilmu pengetahuan dan peradaban. Dalam buku Islam dan Transformasi Indonesia, beliau mengutarakan dalam pengantarnya, jika Indonesia tetap bisa optimis dengan kebangkitan peradaban yang kontributif bagi peradaban dunia, sekali  lagi pengembangan equality education mesti tetap menjadi prioritas utama. Mengapa sorotannya bidang pendidikan? Karena, kualitas bangsa starting point-nya berawal dari pendidikan. Hanya dengan pendidikan mampu menggagas masa depan. Seperti diungkapkan Wahyudin (2020:92), pendidikan itu dalam upaya mempersiapkan masa depan lebih baik. Bukan hanya sukses aspek material an sich, tetapi jauh lebih penting wilayah spiritual sehingga menjadi insan paripurna yang berkarakter islami.

 

Kedua, menginspirasi generasi milenial. Tradisi ilmiah harus terus digelorakan. Terlebih di era digital ini akselerasi teknologi sangat cepat. Bisa jadi informasi tidak terbendung. Mutlak dibutuhkan pikiran yang terisi dengan literasi keagamaan dan ilmu secara total. Hasil bacaan melalui “iqra” sangat urgen, sehingga generasi mendatang menjadi generasi literat. Siap menghadapi Era Emas 2045. Menjadi tuan rumah di negeri sendiri dengan mengantongi sumber daya manusia (SDM) berkualitas. Melihat kehidupan para ulama mutaqoddimin, dari al-Kindi, al-Farabi, Imam al-Ghazali hingga Mazahibul Arba’ah. Semuanya menjadi ulama karena membaca, menganalisis, kontemplasi, riset, dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Klimaksnya, dicatat dengan tinta emas menjadi insan lierat. Ilmunya mengalir sebagai amal jariyah menuai manfaat. Kehidupannya lestari kendati para ulama tersebut telah tiada. Karya monumentalnya abadi sepanjang masa.

 

Ketiga, memotivasi generasi mendatang bahwa pengusaan ilmu dan teknologi terus digaungkan. Idealnya umat Islam lebih ilmuan karena sudah tertuang di dalam ayat Al-Quran :”Hai jemaah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak akan mampu melintasinya kecuali dengan shultan.” (Al-Rahman [55]:33).

 

Idealnya, umat Islam sangat cinta ilmu pengetahuan. Membangun peradaban dengan ilmu sehingga menjadi terdepan dengan “sulthan”, kekuatan ilmu pengetahuan dan penguasaan teknologi. Orang bijak menyatakan bahwa orang yang akan menguasai dunia adalah orang yang berilmu pengetahuan.

 

 

Tak akan habis saat menelisik percikan Intelektualitas Sang Cendekiawan Muslim, Azyumardi Azra, sehingga kita tetap mengambil hikmah kehebatan beliau karena selalu berkhidmat dengan keilmuannya. Semoga saja dengan milad  ke-66, kehidupan Bang Edi berkah menjadi inspirasi bagi umat Islam dan insan di dunia. Aamiin.

 

Artikel ini telah diterbitkan pada buku: 66 Tahun Azyumardi Azra, CBE, Karsa Untuk Bangsa dengan ISBN 978-623-346-343-0

Terbit 2022

3 komentar untuk "Menelisik Percikan Intelektualitas Sang Cendekiawan Muslim"

  1. Semoga tulisan sederhana ini menginspirasi kita semua. Sehingga insight dari Prof. Azra bangkitkan spirit generasi kini dan mendatang untuk cinta Ilmu Pengetahuan. Aamiin.

    BalasHapus
  2. Terima kasih atas berbagi tulisan Kang Wahyu. Bagus sekali.

    BalasHapus