Ibadah dalam Bingkai Sosio Kultural : Menelisik Budaya Pra-Ramadan
Literasi Islami
Wahyudin, NS.
Praktisi Pendidikan Islam dan Dakwah
Penulis tiga Buku Tunggal dan Puluhan
Antologi
Saat Ahad 19
Maret 2023 bertepatan dengan 26 Sya’ban 1444 Hijriyah, ada pemandangan sangat
menarik. Sejak pagi kondisi masyarakat benar-benar mobilitas tinggi dengan aktivitas
luar biasa. Terutama pada sekitar pemakaman dipenuhi para peziarah kubur. Ada
apa sesungguhnya yang terjadi? Tentunya banyak jawaban yang dapat kita kaji
secara komprehensif.
Jelang “munggahan”
mendekati bulan suci Ramadan, sudah men-tradisi selalu mengadakan agenda tahunan
yang sangat bermakna. Di samping ziarah kubur juga aktivitas silaturahmi
keluarga secara kolosal. Melepaskan kerinduan dibalik dinamika kehidupan
duniawi yang sangat menyita waktu. Saatnya tiba berkumpul, silaturahmi, komunikasi,
dan doa bersama. Ada beberapa catatan penting saat jelang Ramadan yang dikemas
dengan ibadah dan penguatan sosio kultural. Diantaranya dapat diuraikan :
Pertama, ziarah kubur orang tua dan keluarga. Tradisi
bernuansa ibadah ini sangat penting, memberikan pembelajaran berharga kepada
generasi kini dan mendatang untuk mengingat kematian. Di sisi lain, agar
melembutkan hati Nurani, bisa jadi berlinang air mati saat berada di pemakaman,
karena suatu saat pasti kita pun akan mengalami kematian. M. Quraish Shihab
(2000, h. 237) menyatakan manusia sedih menghadapi kematian, karena ia ingin
hidup terus menerus. Sesuai dengan ayat Al-Qur’an: ”Salah seorang diantara mereka
berkeinginan untuk dihidupkan seribu tahun”.(QS.2:96). Hikmah besar inilah
yang menjadikan tradisi turun temurun jelang Ramadan ini dilakukan, sehingga
generasi milenial pun mengikuti dengan khidmat.
Kedua, sebagai ajang silaturahmi. Momentum
inilah dijadikan kegiatan berharga untuk menyatukan persepsi, sharing pengalaman,
dan diskusi tentang keutamaan Ramadan serta wawasan keilmuan lainnya. Karena
kita berharap, tentunya Ramadan yang akan kita lakukan menjadi Ramadan terbaik
yang kita lami. Targetnya meraih muttaqin, insan bertakwa. Di sisi lain,
silaturahmi ini menguatkan harmanisasi kehidupan, dan insya Allah sebagai media
doa untuk panjang umur serta menambah rezeki. Rasulullah SAW mengingatkan:”Tidak
dikatakan bersilaturahim orang yang membalas kunjungan atau pemberian. Tetapi
silaturahmi itu adalah menyambung apa yang putus”. (HR. Bukhari). Bisa jadi
selama setahun tidak sempat bertemu, ajang silaturahmi inilah momen tepat untuk
saling memaafkan, membuka hati yang tertutup sehingga tercermin sikap terbuka untuk
saling memaafkan.
Ketiga, momentum kumpul bersama ini sebagai
ajang doa bersama. Karena kita memahami bahwa tidak semua problematika
kehidupan dapat diselesaikan akal pikiran. Kekuatan doa merupakan magnet
menguatkan hati sehingga lebih semangat melanjutkan kehidupan lebih bermakna.
Tradisi “Rowahan”
jelang Ramadan ini idealnya terus dipertahankan, karena meng-edukasi umat untuk
silaturhmi dan menguatkan ukhuwah Islamiyah, ukhuwah basyariyah, dan ukhuwah
wathaniyah. Dengan harapan harmonisasi kehidupan dapat tercipta dengan gemilang.
Akhirnya, saat Ramadan nanti terbuka hati kita untuk ibadah dan beramal shaleh diawali
dengan saling memaafkan sehingga Ramadan yang akan kita nikmati menjadi bulan terbaik bagi kita semua. Aamin.
Catatan
Pra-Ramadan 1444 H
Kalenderwak,
20 Maret 2023 / 28 Sya’ban 1444 H Pkl. 05.25 Wib.
Luar biasa. Mantap pak haji. Terima kasih sudah diingatkan.
BalasHapusHatur nuhun Kang Hendri apresiasina. Berkah selalu.
BalasHapus