Fenomena Shalat Subuh
Refleksi Kehidupan Islami
Wahyudin
Pembelajar
Literasi dan Penulis Buku
Apakah Anda sudah merasa dibangunkan Allah SWT setiap subuh
menjelang? Ataukah kondisi Anda tak menentu dan tidak teratur waktunya ketika
bangun dari peristirahatan di pagi hari. Problematika ini menjadi masalah besar
bagi setiap individu. Ketika hamba
dibangunkan Sang Khaliq, saat itu hati tersontak menyeruak. Terasa goresan hati
nan indah, bukti syukur karena prestasi hidup mendulang taqdir mu’allaq.
Kesadaran sang hamba memenuhi panggilan ilahi yang sejatinya datang dari hati
sanubari paling dalam.
Memenuhi panggilan ilahi untuk mengabdi memang membutuhkan
perjuangan. Tidak hanya menunggu waktunya datang tetapi harus ada perencanaan.
Sejak mulai di peraduan, diawali dengan niat untuk mengabdi pada ilahi dengan
menyebut asma Allah dan seterusnya. Banyak orang yang berkata, semalam saya
subuh kesiangan itu bisa dimaklum. Kemudian dia berkata lagi minggu ini subuh
selalu kesiangan. Kondisi seperti ini berarti ada sesuatu yang tidak tertib,
ada sesuatu yang harus diungkap. Mari kita coba analisa penyebab yang paling
prinsip dan fundamental.
Umumnya, seseorang dalam beragama baru bersifat teori dan hafalan
belum menyentuh pada ruh untuk pengamalan secara intense. Bahkan agama
terkadang baru dijadikan bahan pelarian ketika ada masalah yang tidak
terselesaikan. Waktu ada problem besar seseorang ingat kepada TuhanNya, bahkan
ketika musibah mendera baru agama tampil kepermukaan dengan kembali menyentuh
kitab suci. Seperti halnya ketika
melaksanakan shalat subuh berjemaah yang dianggap sangat berat menunaikannya.
Karenanya shalat subuh merupakan ujian keimanan sang hamba. Bahkan bila mau
jujur, kita bisa menghitung berapa kuantitas umat Islam saat shalat subuh berjemaah
di masjid atau musholla.
Sangat ironis dan sedih hati, ketika kita melihat realitas yang
merupakan empiris dan objektif. Dari
yang berada di lereng gunung hingga yang domisili di ibu kota metropolis yang
katanya modern, ternyata isi masjid dan musholla sepi dari peminat dan kering
dari pengunjung.
Coba Anda bandingkan dengan shalat Jum’at. Terlebih saat Shalat
hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, Masya Allah semuanya antusias ke
luar rumah dan jumlah umat Islam benar-benar mayoritas. Jauh panggang dari pada
api di saat shalat subuh berjemaah di masjid.
Pertanyaannya, ada apa dengan umat Islam? Al Amir Syakib Arsalan
(1992: 9) menjelaskan, diantara penyebabnya adalah karena umat Islam sudah
menjauh dari nilai-nilai Islam. Beragama sekadar formalitas dan baru pengakuan.
Pengakuan dari lisan belum menyentuh
hati dan dituangkan pada amaliah keseharian. Inilah kondisi umat Islam secara
umum, baru prestasi kuantitasnya namun jika ditilik dari kualitas
masih menjadi Pekerjaan Rumah (PR) besar dan penuh tantangan.
Suatu saat saya mengadakan penelitian sederhana dan obrolan kecil
yang dilakukan baik dengan keluarga atau sahabat. Ternyata sangat berat
menunaikan shalat subuh yang hanya dua rakaat dikerjakan secara berjemaah. Bahkan sangat
sulit untuk menarik selimut dari tempat tidur. Ibarat memindahkan barbel beratus
kilogram, padahal ketika azan berkumandang telinga mendengar namun hati belum
menyambut dan mengangguk. Subhanallah, fenomena ini memang mudah dibahas tetapi
sangat sulit untuk dilaksanakan.
Ada beberapa solusi, bisa dijadikan renungan dan formulasi umum
agar kita konsisten bahwa shalat subuh itu ringan dilaksanakan secara berjemaah:
Pertama, kuatkan niat. Bahwa ibadah
yang dilaksanakan harus dimotivasi dengan niat yang kuat. Bila niat sudah
mantap maka perencanaan menjadi matang, pikiran dan hati akan fokus terhadap
apa yang diniatkan dan puncaknya direalisasikan dengan perbuatan nyata.
Dengan niatlah seseorang mampu mendaki setinggi gunung Himalaya dan mampu
menyeberangi lautan Atlantik sekali pun, hanya dengan niat. Dengan niat, energi
positif akan lahir dari diri seseorang bahkan bisa jadi, seseorang hampir tidak
percaya bahwa dirinya memiliki potensi yang sangat luar biasa. Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung pada niatnya”. (HR. Bukhari
dan Muslim). Niatnya baik maka baik pula amalnya. Niatnya kuat, maka
kecenderungan untuk sukses akan lebih optimal.
Kedua, ada kesepakatan dengan
keluarga. Orang tua dan anak harus komitmen untuk shalat berjemaah dengan cara
saling mengingatkan apabila ada yang lalai. Dengan upaya ini ada semacam
gerakan Shalat Subuh berjemaah. Bila semua sudah bergerak, maka akan lahirlah
komitmen dan tertanam jiwa istiqomah yang melahirkan kesamaan langkah menuju
kebersamaan dalam beribadah. Bahkan Rasulullah SAW sering memercikkan air untuk
membangunkan istrinya agar shalat subuh tepat waktu. Metode ini bisa kita
adopsi untuk dipraktikkan kepada keluarga kita untuk giat shalat subuh berjemaah.
Ketiga, selalu mengkaji tentang
keutamaan dan dahsyatnya shalat subuh berjemaah melalui kitab Al-Qur’an maupun
Al Hadits seperti ada satu riwayat (Yusni A. Ghazali: 2008: 92) : “Dari
Fadhalah bin Abdullah al-Laitsi berkata, dahulu aku datang menemui Rasulullah
SAW. Kemudian aku masuk Islam. Beliau mengajariku shalat lima waktu beserta
waktunya. Kemudian aku berkata kepada beliau, ini adalah waktu-waktu aku sedang
sibuk, maka perintahlah aku yang bisa mencakup semuanya. Rasulullah kemudian
bersabda: “jika kamu sangat sibuk maka jangan sampai kamu meninggalkan al-‘ashrain.
Kemudian aku bertanya, apakah al-‘ashrain itu? Beliau menjawab, shalat Subuh
dan shalat Asar”. (HR. Ibnu Hibban).
Untaian hadits ini dapat dijadikan motivasi untuk lebih menjadikan
shalat subuh ditegakkan secara berjemaah sehingga Rasulullah SAW memberikan stressing
kuat untuk menunaikannya. Bahkan diamanahkan kepada seseorang yang mualaf baru
masuk Islam. Tentunya kita yang sudah lama memeluk agama Islam, harus lebih
kuat dan komitmen memelihara shalat subuh secara berjemaah, terlebih akan mendapat
dua puluh tujuh derajat sebagaimana yang sudah kita pahami.
Keempat, mulailah dari diri sendiri
konsisten giat shalat di masjid / musholla kemudian ajak secara persuasive
keluarga, tetangga dan masyarakat. Kelebihan lain, orang yang shalat subuh berjemaah kehidupannya
lebih visioner artinya lebih terprogram. Manajemen waktunya sangat jelas dan
perencanaannya menjadi matang. Terhindar dari grasa grusu dan
terburu-buru dalam menjalankan tugas. Bahkan bila ditinjau dari aspek kesehatan
sangat luar biasa, mampu menormalkan kinerja saraf dan otak, menghindari
penyumbatan darah dan jantung.
Keempat upaya dan pandangan di atas, Insya Allah dapat memberikan
penyadaran kepada penulis, keluarga penulis, pembaca dan kaum muslimin untuk
menyadari bahwa shalat subuh berjemaah sangat urgen untuk ditunaikan karena
mengandung hikmah yang monumental. Bahkan ada yang mengatakan, bila ingin
menghitung kuantitas umat Islam lihatlah pada saat menunaikan shalat subuh berjemaah.
Lebih luar biasa lagi, bagi orang yang
konsisten dan memahami hikmah shalat subuh berjemaah, dia akan mengerjakan
meski pun sambil merangkak. Lalu mengapa kita tetap tidak ada upaya untuk
melaksanakannya? Apakah menunggu kita tidak berdaya? Tentunya selagi kita
sehat, mari kerjakan shalat subuh secara berjemaah. Wallahu ‘Alam.
Artikel
ini telah diterbitkan dalam buku : Literasi Spiritual : Mengungkap Metakognitif
di Universitas Kehidupan
Terbit
Tahun 2020
Penerbit
MediaGuru
ISBN
978-623-272-448-8
Digubah Kembali
pada Sabtu, 18 Maret 2023/25 Sya’ban 1444 H.
Insya Allah kita konsisten Shalat Subuh berjemaah.
BalasHapusHatur nuhun, Pa ustaz. Semoga bernilai ibadah,,
BalasHapusAamiin YRA
Hapus