Jari Lentik dan Pikiran Jernih
Sejatinya,
jari lentik ini digandeng dengan pikiran jernih. Sehingga melahirkan diksi yang
mengalirkan kalimat bermakna. Apakah bentuknya puisi, prosa, essay, cerpen, novel,
artikel, jurnal opini atau karya lainnya? Sungguh praktis hidup di zaman
digital. Semua serba mudah dan murah. Dengan menggerakkan jari, mampu memproduksi gagasan bermakna.
Sekitar tahun 2017, saya mulai menekuni literasi. Lambat laun menghasilkan beberapa karya yang kemudian diterbitkan pada buku Antologi bersama sahabat pecinta literasi yang masuk pada komunitas menulis. Berawal dari proses inilah akhirnya saya menerbitkan buku tunggal yang diterbitkan MediaGuru setelah mengikuti pelatihan kepenulisan.
Seorang trainer menulis, Eko Prasetyo (Pemred MediaGuru) mampu menerbitkan buku hingga 100 buku. Padahal usianya belum 100 tahun. Dengan prestasi Mas Eko, saya memohon kepadanya untuk menulis Kata Pengantar berjudul “Ber-fastabiqul Khairat Lewat Literasi”,
untuk mensolidkan buku kedua saya, Literasi Spiritual: Mengungkap Metakognitif
di Universitas Kehidupan, yang diterbitkan MediaGuru (2020). Sedangkan Saya
baru akan menuju buku keempat, kelima, keenam dan seterusnya. Padahal usia saya
sudah setengah abad. Jumlah buku yang diterbitkan masih jauh dengan jumlah usia bukan?
Sesungguhnya, ada sesuatu yang hilang yaitu semangat untuk berkarya masih lemah. Padahal setiap orang sama diberikan waktu 24 jam sehari semalam. Karena minim dalam berkarya, akhirnya tidak memiliki karya yang ditorehkan.
Idealnya, setiap pendidik harusnya memiliki karya maksimal karena setiap saat selalu bersentuhan dengan dunia akademik. Baik dengan membaca ataupun menulis. Dengan upaya inilah ada sinkronisasi antara jari lentik dengan pikiran jernih, sehingga menghasilkan karya untuk generasi akan datang.
Posting Komentar untuk "Jari Lentik dan Pikiran Jernih"